"Rasanya belum kering keringat kita membantu saudara2 kita yang tertimpa musibah tsunami. Belum juga mengering airmata kita mengenang saudara2 kita yang menjadi korban tsunami. Bulan Mei ini, kembali negeri kita dilanda musibah Gempa di Yogya...", begitu kira-kira sambutan mas Wijayanto, koordinator bantuan untuk bencana di Yogya.
Malam minggu lalu, kami masyarakat Indonesia yang tinggal di Washington DC. Area berkumpul di KBRI untuk mengadakan Vigil, doa bersama dan pengumpulan dana untuk musibah di Yogya. Bapak wakil duta besar Bp Andri Hadi, juga mengucapkan duka cita yang sangat mendalam atas peristiwa ini. Dan KBRI siap membantu mendistribusikan dana bantuan untuk masyarakat Yogyakarta.
Selama acara, terdengar alunan musik gamelan yang membuat rasa kangenku pada Yogya. Musik yang tadinya mengundang rasa nyaman dan tentram, berubah menjadi rasa haru, pada saat ditayangkan film dokumentari Gempa di Yogyakarta.
Tinggal di negeri orang, terasa benar rasa kebersamaannya, salut buat teman2 yang berkenan jadi volunteer, mengkoordinasi acara dan penggalangan dana untuk setiap musibah yang terjadi di Indonesia. Mereka bergerak cepat tanggap. Dana bantuan juga bisa disalurkan secara online lewat http://www.indonesiarelief.org/.
Pada akhir acara pencipta puisi Indonesia yang cukup dikenal Bp Ikranegara, membacakan puisi ciptaannya dengan judul BANTUL 2006. Seperti ini cuplikannya
Tak ada lagi kata tatkala mata kita menatap ke atas langit merah membara di atas puncak gunung merapi siap akan meletustiba-tiba kita berpaling ke arah bantul tatkala bumi berguncang amatlah kerasnyatak juga ada kata di sanasungai opak yang gemetarterperangah karena horor bisutatkala kekuatan guncangan bumi dengan mudah meruntuhkan rumah-rumah serentak bergemuruh sang maut merenggut nyawa korban demi korban bergelimpangandi gunungan puing-puingdi bantul, sleman, klaten, imogiri …di panggungharjo, trumulyo …di yogya – o… yogyakarta kota kelahiran kedua tak juga ada kata di sanakecuali angka-angka diguyur hujan tropis yang derasangka-angka menghitung kehancuran dengan tenda pengungsianangka-angka menghitung luka dengan kapas berlumur darahangka-angka menghitung lapar dan dahaga dengan suara lirihtapi ketika kita dengarkan dengan cermat mencari kata-kata yang manusiawi di dalam suara-suara lemah ituakhirnya satu kata munculdari nafas mereka yang kehilangan harapan:
“tolong…"bersahut-sahutan dari mulut ke mulut:
“tolong…”menerobos batas kota demi kota
merambat dari satu negeri ke negeri berikutnya:
“tolong…”menyusuri jaringan internet dunia maya komputer-komputerseberang menyeberangi samodra & benua-benua:
“tolong…”sebuah kata penuh hasrat untuk hidup
semestinyalah mampu mengembalikan kebersamaan kita
menjadikan kata-kata yang manusiawi tindakan nyata bersumber dari khaszanah perasaan yang universal dalam peradaban kita.................